Sabtu, 28 Februari 2009
Pengertian Akal
Letak akal
Dikatakan di dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj (22) ayat 46, yang artinya,” Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi lalu ada bagi mereka al-qolb (yang dengan al-qolb itu) mereka memahami (dan memikirkan) dengannya atau ada bagi mereka telinga (yang dengan telinga itu) mereka mendengarkan dengannya, maka sesungguhnya tidak buta mata mereka tapi al-qolb (mereka) yang di dalam dada.” Dari ayat ini maka kita tahu bahwa al-’aql itu ada di dalam al-qolb, karena, seperti yang dikatakan dalam ayat tersebut, memahami dan memikirkan (ya’qilu) itu dengan al-qolb dan kerja memahami dan memikirkan itu dilakukan oleh al-‘aql maka tentu al-‘aql ada di dalam al-qolb, dan al-qolb ada di dalam dada. Yang dimaksud dengan al-qolb tentu adalah jantung, bukan hati dalam arti yang sebenarnya karena ia tidak berada di dalam dada, dan hati dalam arti yang sebenarnya padanan katanya dalam bahasa Arab adalah al-kabd.
Senin, 05 Januari 2009
Memahami Perbedaan Makna Antara Ilmu dan Sains
Dalam banyak wacana seringkali kata ilmu disepadankan maknanya dengan kata sains. Benarkah makna ilmu sama dengan sains? Berikut ini penjelasannya..
Pengertian Ilmu
Kata ilmu terambil dari kata al-ilm dalam bahasa Arab. Kata al-ilm maknanya adalah “idrokusy-syaii bi haqiqotihi”, yang artinya,” mengetahui sesuatu sesuai dengan hakekatnya.” Al-ilm tergolong suatu pengetahuan. Ia merupakan pengetahuan yang benar, baik benar dalam arti sesuai sebagaimana “ada”-nya (ash-shidq) maupun benar dalam arti berpahala diakherat kelak jika diamalkan karena Alloh semata (al-haqq).
Dikatakan dalam Al-Qur’an
Dikatakan di dalam Al-Qur’an
Jadi kalam/perkataan Alloh (Al-Qur’an) dan perkataan Muhammad SAW (As-Sunnah) termasuk al-ilm bahkan merupakan al-ilm yang paling utama karena terkandung di dalamnya yang berpahala di akherat kelak jika diamalkan karena Alloh (al-haqq) dan fakta yang bersifat ghoib yang tidak mungkin diketahui oleh manusia ketika hidup di dunia.
Contoh al-ilm, Sukarno dan Muhammad Hatta pada hari jum’at tanggal 17 Agustus 1945 sekitar pukul 10.00 WIB memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Ungkapan ini adalah al-ilm karena sesuai sebagaimana “ada”-nya. Dikatakan di dalam
Lawan dari al-ilm adalah al-jahl yang tentu maknanya adalah “ idrokusy-syaii laisa bi haqiqotihi”, yang artinya ,” mengetahui sesuatu tidak sesuai dengan hakekatnya.” Al-jahl tergolong dalam pengetahuan. Ia adalah pengetahuan yang salah, baik salah dalam arti tidak sesuai sebagaiman adanya (al-kidzb) maupun salah dalam arti tidak berpahala di akherat kelak jika diamalkan (al-bathil).
Contoh al-jahl, Habibie pada hari jum’at tanggal 17 Agustus 1945 sekitar pukul 10.00 WIB memproklamirkan kemerdekaan bangsa
PengertianSains
Kata sains berasal dari kata science (bahasa Inggris). Sains sepenuhnya adalah hasil usaha manusia dengan perangkatnya yaitu panca indra dan akal, maka sains tidak membicarakan sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh panca indra dan akal. Sains tergolong ke dalam pengetahuan, tapi bukan sembarang pengetahuan. Sains adalah pengetahuan yang diperoleh melalui metoda sains (scientific methode). Metoda sains adalah proses sebagai berikut : kumpulan fakta - hipotesa - pengujian hipotesa – teori sains. Jika ditemukan fakta baru maka perlu dibuat hipotesa baru lalu dilakukan lagi pengujian hipotesa (baru) lalu diperoleh teori sains baru begitu seterusnya sebagai proses yang tidak akan pernah berakhir. Maka sains akan terus berubah berbanding lurus dengan ditemukannya fakta-fakta baru.
Contoh sains, dari hasil pengamatan ternyata bahwa, “ galaksi-galaksi bergerak saling menjauh.”, ini adalah ilmu karena menyatakan sebagaimana “ada”-nya, yang membawa kepada kesimpulan bahwa,” alam raya mengembang (artinya semakin luas)”, kesimpulan ini adalah sains (karena ini diperoleh melalui metoda sains, scientific methode).
Contoh bukan sains, dikatakan di dalam Al-Qur’an surat Adz - Dzariyyat (51) ayat 47, yang artinya,” Dan langit telah Kami bangun dengan kedua tangan (Kami) dan Kamilah yang benar-benar meluaskannya.”, ini adalah bukan sains karena tidak diperoleh melalui metoda sains tapi ini adalah wahyu Alloh atau perkataan Alloh, jadi ini adalah ilmu.
Jadi ilmu tidak selalu sama dengan sains dan tidaklah semua sains adalah ilmu karena sains bisa salah dalam arti tidak sesuai sebagaimana “ada”-nya maupun dalam arti jika diamalkan tidak berpahala di akherat kelak. Ilmu adalah ilmu dan sains adalah sains, ilmu dan sains adalah dua hal yang berbeda. Boleh jadi secara kebetulan sains dan ilmu bersesuaian.
Rabu, 31 Desember 2008
Memahami Kebenaran Melalui Al-Qur'an
Kebenaran berasal dari kata “benar” yang mendapat awalan “ke” dan akhiran “an”. Kebenaran maknanya adalah hal yang benar. Untuk mengetahui apa itu kebenaran kita perlu merujuk kepada Al-Qur’an, karena melalui Al-Qur’an inilah Alloh menjelaskan segala sesuatu kepada manusia secara global. Dalam Al-Qur’an, kebenaran itu sepadan maknanya dengan kata ash-shidqu dan kata al-haq.
Kebenaran dalam arti ash-shidqu
Dari kata ash-shidqu terambil kata shodaqo. Shodaqo lawan katanya adalah kadzaba. Kata kadzaba maknanya adalah “akhbaru ‘an syaiin bi khilafi ma huwa ma’al- ‘ilmi bihi”, yang artinya adalah “menyatakan sesuatu tidak sebagaimana “ada”-nya ”, singkatnya , dusta, bohong. Maka kata shodaqo sebagai lawannya, maknanya adalah “ menyatakan sesuatu sebagaimana “ada”-nya, singkatnya, benar, jujur. Jadi kebenaran, ash-shidqu, adalah hal sesuai sebagaimana “ada”-nya, artinya jika suatu ungkapan, perkataan itu sesuai sebagaimana adanya maka itu adalah benar, jujur dan sebaliknya jika suatu ungkapan, perkataan tidak sebagaimana adanya maka itu adalah dusta, bohong. “Ada” dalam hal ini meliputi segala sesuatu yang ada, yang terbagi dalam tiga katagori, yaitu pertama, “Ada” berzat, misalnya, Alloh, tanaman , hewan, manusia, air, jin, malaikat, proton, dan lain-lain. Kedua, “
Dari sudut pandang manusia maka segala yang ada itu terbagi ke dalam dua katagori yaitu, pertama, “
Dikatakan dalam Al-Qur’an
Kebenaran dalan arti al-haq
Al-Haq adalah lawan dari kata al-bathil. Dikatakan di dalam Al-Qur’an
Dikatakan di dalam Al-Qur’an
Sebagai contoh, bahwa Alloh memerintahkan kita untuk menegakkan sholat (surat An-Nisa’ ayat 103) maka kita tegakkan sholat, seperti yang telah diperintahkan oleh Alloh dan dicontohkan oleh Rosululloh SAW, dengan niat karena Alloh semata, maka amalan ini akan tidak sia-sia, akan bermanfaat, akan berpahala di akherat kelak. Contoh yang lain seperti puasa (surat Al-Baqoroh ayat 183), membaca ayat-ayat Alloh (surat Al-‘Alaq ayat 1, surat Al-Muzzammil ayat 20), jujur (surat At-Taubah ayat 119), makan dan minum yang halal dan baik (surat Al-Maidah ayat 88), adil (surat Al-Maidah ayat 8) memberi maaf (surat Al-Baqoroh ayat 237), tolong menolong dalam kebaikan (surat Al-Maidah ayat 2), berbuat baik (surat Al-Baqoroh ayat 195), meyakini bahwa Alloh adalah robb (surat Al-A’rof ayat 54) dan ilah (surat Thoha ayat 98) bagi seluruh manusia, mentaati Rosululloh SAW (surat An-Nisa’ ayat 64), berjilbab (surat Al-Ahzab ayat 59), dan lain-lain yang semuanya itu ada di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, jika diyakini dan diamalkan akan tidak sia-sia, akan bermanfaat, akan berpahala di akherat kelak kalau diniatkan karena Alloh semata ketika meyakini dan mengamalkan. Meskipun, di dunia, bentuk-bentuk keyakinan dan amal perbuatan tersebut dalam pandangan manusia tidak selalu bermanfaat lebih-lebih bagi orang yang tidak beriman.
Jadi kebenaran dalan arti al-haq adalah mengamalkan perintah Alloh dan menjauhi larangan Alloh, yang semuanya ada di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena Alloh semata. Semuanya terangkum dalam ungkapan “ Engkau mengabdi kepada Alloh saja dan tidak mensekutukan Dia dengan sesuatu dalam pengabdian.” Ungkapan bahasa Arabnya adalah “ an ta’budulloha wa la tusyriku bihi syaia” yang merupakan kosekuensi dari kalimat “ la ilaha illalloh”.
Selasa, 04 November 2008
Bagaimana Islam itu?
Dikatakan di dalam Al-Qur’an surat An-Nahl (16) ayat 36, “ wa laqod ba’atsna fi kulli ummatin rosulan, ani’budulloha wajtanibuth-thoghut …” Kata u’budu adalah kata kerja bentuk perintah dari kata kerja ‘abada. Kata ‘abada padanan katanya dalam bahasa Indonesia adalah mengabdi, menghambakan diri, menyembah, beribadah. Sehingga kata u’budu terjemahannya adalah mengbadilah, menghambakan dirilah, menyembahlah, beribadahlah kalian. Subyek dari kata ‘abada adalah ‘abid atau ‘abd artinya yang mengabdi, yang menghambakan diri, yang menyembah, yang beribadah atau padanan katanya yang lain adalah kata hamba. Obyeknya adalah ma’bud yang artinya yang diabdi, tempat menghambakan diri, yang disembah, yang diibadahi atau padanan katanya yang lain adalah kata Tuan, Tuhan, dan kata ma’bud padanan katanya dalam bahasa Arab adalah ilah. Selanjutnya digunakan kata mengabdi untuk memaknai kata ‘abada, sehingga ayat di atas bisa diterjemahkan menjadi ,” Dan sungguh telah Aku bangkitkan kepada tiap-tiap umat seorang Rosul (lalu para Rosul itu menyeru kepada umatnya masing-masing),” Mengabdilah kalian kepada Alloh dan jauhilah Ath-Thoghut.”…” Ath-Thoghut dalam ayat ini artinya adalah segala sesuatu yang diabdi selain Alloh. Dan dalam Al-Qur’an surat Al-Bayyinah (98) ayat 5 dikatakan, yang artinya,” Tidaklah mereka diperintah kecuali untuk mengbadi kepada Alloh dengan ikhlas untuk Dia semata ad-din …” Ad-din dalam ayat ini maknanya adalah amal sholeh. Dan dalam Al-Qur’an surat Adz-Dzariyat (51) ayat 56 dikatakan, yang artinya, “ Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi (kepada-Ku).” Serta di dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 36 dikatakan, yang artinya,” Mengabdilah kalian kepada Alloh dan janganlah kalian mensekutukan Dia dengan sesuatu apapun (dalam pengabdian)…” Dari ayat-ayat di atas kita tahu letak kesamaan ad-din (al-millah, jalan hidup, way of life) diantara para Nabi dan Rosul yaitu bahwa mereka “mengabdi kepada Alloh saja dan tidak mensekutukan Dia dengan sesuatu apapun (dalam pengabdian) “ dan mereka menyeru kepada kaumnya masing-masing untuk berbuat demikian. Sehingga kita tahu bahwa esensi dan prinsip dasar al-islam adalah “ Engkau mengabdi kepada Alloh saja dan engkau tidak mensekutukan Dia dengan sesuatu apapun (dalam pengabdian) “ Ungkapan bahasa Arabnya adalah “ an ta’budulloha wa la tusyriku bihi syaia.” Ini merupakan konsekuensi kalimat “la ilaha illalloh” maka orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat (Muslim) harus merealisasikan prinsip dasar ini. Lalu yang lainnya, seluruhnya, merupakan penerapan atas prinsip dasar ini.
Jika kita mengabdi kepada Alloh, maka hal itu mengharuskan kita untuk mengenal Alloh sehingga kita yakin Alloh memang yang paling berhak untuk diabdi (dijadikan Tuan, Tuhan tempat mengabdi), dan mengharuskan pula kepada kita untuk mengetahui perintah-perintah dan larangan-larangan Alloh artinya kita harus berilmu tentang Dia dan syari’at-Nya. Kita tidak mungkin mengetahui kedua hal itu tanpa melalui wahyu (kalam Alloh, ayat-ayat Alloh) yang Alloh turunkan kepada para Nabi dan Rosul-Nya dan wahyu Alloh yang terjaga keasliannya hingga sekarang adalah Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi dan Rosul-Nya yang terakhir, Rosululloh SAW. Kita mengabdi kepada Alloh dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya yang ada di dalam Al-Qur’an yang telah dicontohkan pelaksanaannya oleh Rosululloh SAW di dalam as-sunnah dan kita mengetahu as-sunnah dari hadits-hadits yang shohih. Jika kita melaksanakan perintah-perintah Alloh dan menjauhi larangan-larangan-Nya dengan ikhlas karena Dia semata, maka inilah yang dinamakan mengabdi kepada Alloh. Jika kita melakukan sesuatu dan menjauhi sesuatu, yang ada dasarnya dalam perintah-perintah Alloh dan larangan-larangan-Nya, karena selain Dia, misalnya karena segala sesuatu yang dijadikan ilah atau ma’bud (Tuan, Tuhan) selain Alloh seperti Latta, Uzza, Manat, dan lain-lain atau karena semata-mata menganggap itu adalah perbuatan baik, atau karena matif-motif keduniaan atau karena yang lainya, maka ini tidak bisa disebut mengabdi kepada Alloh dan perbuatan tersebut tidak akan diterima oleh Alloh dan diakherat kelak akan rugi orang yang melaksanakan hal itu. Namun, di dunia ini, apa saja yang diperintahkan oleh Alloh pasti mengandung maslahat. Siapapun yang menjalankan perintah Alloh dan menjauhi larangan-Nya, apakah itu dilakukan dengan ikhlas karena Alloh atau tidak, pasti akan memperoleh maslahat di dunia. Mengabdi kepada Alloh dengan sesuatu yang tidak diperintahkan oleh Alloh adalah sia-sia karena tidak akan diterima Alloh, inilah yang dinamakan bid’ah, lebih-lebih lagi jika mengabdi kepada Alloh dengan sesuatu yang dilarang Alloh.
Dengan demikian al-islam itu mengandung dua unsur yang tidak bisa dipisahkan yaitu Alloh dan bentuk-bentuk pengabdian kepada-Nya. Alloh adalah al-ma’bud, al-ilah (Tuan, Tuhan) yang menjadi sebab dilakukannya semua bentuk-bentuk pengabdian kepada-Nya. Adapun bentuk-bentuk pengabdian kepada Alloh adalah pelaksanaan perintah-perintah Alloh dan penjauhan diri dari larangan-larangan-Nya yang telah dicontohkan pelaksaannya dengan sempurna oleh Rosululloh SAW, dan itu pasti akan membawa maslahat di dunia dan di akherat. Karena adanya maslahat itulah bentuk-bentuk pengabdian kepada Alloh tersebut dinamakan amal sholeh. Sebagai contoh, kita tahu Alloh memerintahkan kita untuk menegakkan sholat (surat An-Nisa’ (4) ayat 103) maka kita tegakkan sholat sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rosululloh SAW dalam as-sunnah, jika hal ini dilakukan karena Alloh semata, maka inilah yang dimaksud dengan mengabdi kepada Alloh dan amalan tersebut akan diterima oleh Alloh. Demikian juga dengan amalan yang lain yang merupakan pelaksanaan perintah Alloh yang lain seperti zakat, puasa, haji, membaca ayat-ayat Alloh, makan dan minum yang halal dan baik, berbuat baik, nikah, kejujuran, keadilan, tolong menolong dalan kebaikan, dan lain-lain yang semuanya itu ada di dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits yang shohih, semuanya akan diterima Alloh jika dilakukan dengan ikhlas karena Alloh siapapun yang melakukannya. Demikianlah al-islam.
Kalau esensi dan prinsip dasar al-islam adalah ,” an ta’budulloha wa la tusyriku bihi syaia “ maka ghoirul-islam, sebagai lawannya, esensi dan prinsip dasarnya adalah “ an ta’budu ghoirollohi wa tusyriku bihi syaia “ yang artinya, “ Engkau mengabdi kepada selain Alloh dan engkau mensekutukan Dia dengan sesuatu (dalam pengabdian) “ Tentu saja amal apapun jika didasari oleh prinsip dasar ini maka tidak akan diterima oleh Alloh, siapapun yang mengamalkannya bahkan seorang Muslim sekalipun.
Sabtu, 25 Oktober 2008
Apa sih Islam itu?
Di dalam Al-Qur’an surat Ali Imron (3) ayat 19 dikatakan, “ innad-dina ‘indallohil-islam …” yang artinya, “ Sesungguhnya ad-din disisi Alloh (adalah) al-islam …” Kata Alloh tidak diterjemahkan karena kata ini adalah nama diri (‘alam syakhsi, proper noun) yaitu nama robb dan ilah (Tuhan) yang sesungguhnya bagi seluruh manusia. Kata al-islam tidak diterjemahkan karena ia juga adalah nama diri yaitu nama suatu ad-din, seperti makna yang tersirat di dalam ayat ini. Kata ad-din dalam ayat ini maknanya adalah al-millah, jalan hidup, way of life. Tentu saja kata ad-din ini berbeda maknanya dengan kata agama karena dalam pengertian agama maka tidak semua orang beragama, misalnya kaum atheis, sedangkan dalam pengertian ad-din maka setiap orang pasti memiliki ad-din tertentu artinya memiliki al-millah tertentu, memiliki jalan hidup tertentu, memiliki way of life tertentu, termasuk seorang atheis sekalipun. Yang dapat dipahami dari ayat ini diantaranya adalah, pertama, bahwa al-islam adalah nama suatu ad-din. Kedua, al-islam adalah suatu ad-din yang berasal dari sisi Alloh (‘indalloh) karenanya al-islam disebut juga dinulloh (surat An-Nashr (110) ayat 2). Jadi al-islam bukan buah pikiran manusia. Ad-din ini sampai kepada manusia melalui wahyu yang Alloh turunkan kepada para Nabi dan Rosul-Nya (diantanya Rosululloh SAW). Para Nabi dan Rosul itu hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan oleh Alloh kepadanya (surat Yunus (10) ayat 15). Ketiga, dalam bahasa Arab kata al-islam memiliki makna, memiliki arti yaitu, “ al-inqiyadu liamaril-‘amiri wa nahihi bi la i’tirodh ” yang artinya,” tunduk kepada perintah dan larangan yang memerintah tanpa membantah. “ Penamaan ad-din tersebut dengan al-islam menunjukkan sifat dari pada ad-din tersebut yakni ketundukan (kepada Alloh) tanpa membantah, menolak, atau protes dengan alasan misalnya tidak sesuai dengan akal, perasaan, perkembangan zaman, dan lain-lain. Penamaan ini sungguh sangat tepat. Hal ini tidak mengherankan karena yang memberi nama adalah Alloh yang Maha Tahu dan Maha Bijaksana.
Di dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah (5) ayat 3 dikatakan,”…al-yauma akmaltu lakum dinakum wa atmamtu ‘alaikum ni’mati wa rodhitu lakumul-islama dina …”, yang artinya,” …pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian ad-din kalian dan telah Aku sempurnakan bagi kalian ni’mat(dari)-Ku dan Aku telah ridho al-islam sebagai ad-din bagi kalian …” Kata ad-din dalam ayat ini maknanya adalah al-millah, jalan hidup, way of life. Kata “kalian” dalam ayat ini yang dimaksud adalah Rosululloh SAW dan para sahabat. Dalam ayat ini digunakan kata ad-din, tunggal, bentuk jamaknya adalah al-adyan, hal ini menunjukkan bahwa ad-din Rosululloh Saw dan para sahabat adalah satu, sama, sejalan. Dari ayat ini dapat dipahami diantaranya, pertama, bahwa Alloh telah menyempurnakan ad-din Rosululloh Saw dan para sahabat. Tentu ini berarti ad-din mereka telah sempurna. Ad-din mereka dibangun berdasarkan ayat-ayat Alloh (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada Rosululloh SAW, tersirat dalam kata-kata “ akmaltu lakum dinakum “ Ad-din mereka tidak lain adalah penerapan Al-Qur’an secara yang paling sempurna atas petunjuk Alloh melalui Rosululloh SAW. Ad-din mereka sempurna secara individu ada pada diri Rosululloh SAW, inilah yang dinamakan millatu Rosulillah SAW atau as-sunnah. Ad-din mereka sempurna secara komunitas ada pada mereka secara berjama’ah, inilah yang dinamakan al-jama’ah. Kedua, Alloh menyebut ad-din (atau al-millah, jalan hidup, way of life) Rosululloh SAW dan para sahabat dengan al-islam, penyebutan ini tersirat di dalam kata-kata “rodhitu lakumul-islama dina “ Ketiga, al-islam adalah ad-din yang diridhoi Alloh.
Di dalam Al-Qur’an surat Ali Imron (3) ayat 85 dikatakan, “ wa may yabtaghi ghoirol-islami dina, fa lay yuqbala minhu wa huwa fil-akhiroti minal-khosirin” yang artinya,” Dan barang siapa mengharap selain al-islam sebagai ad-din maka tidak akan diterima darinya (ad-din itu) dan dia diakherat kelak (akan) termasuk orang-orang yang rugi” Kata ad-din dalam ayat ini maknanya adalah al-millah, jalan hidup, way of life. Yang dapat dipahami dari ayat ini adalah, pertama, bahwa ad-din selain al-islam tidak akan diterima oleh Alloh. Kedua, bahwa seluruh Nabi dan Rosul yang diutus oleh Alloh pastilah memiliki ad-din yang sama yaitu al-islam karena Alloh tidak menerima ad-din selain al-islam.
Dari ketiga ayat di atas diketahui bahwa al-islam adalah nama suatu ad-din (al-millah, jalan hidup, way of life) yang berasal dari sisi Alloh, maka al-islam bukan buah pikiran manusia. Namun boleh jadi buah pikiran manusia secara kebetulan sesuai dengan al-islam. Al-islam mewujud secara sempurna di dalam ad-din ( al-millah, jalan hidup, way of life) Rosululloh SAW dan para sahabat, ad-din mereka itu merupakan penerapan Al-Qur’an secara yang paling sempurna atas petunjuk Alloh melalui Rosululloh SAW, dengan kata lain al-islam adalah ad-din Rosululloh SAW dan para sahabat. Jika dirinci, Rosululloh SAW secara individu adalah pihak yang paling tahu tentang al-islam dan yang mengamalkan dengan sempurna karena beliau SAW yang menerima wahyu dari Alloh beserta penjelasannya, sehingga dapat dikatakan al-islam itu sesungguhnya adalah ad-din (al-millah, jalan hidup, way of life) Rosululloh SAW yang disebut dengan as-sunnah, maka al-islam adalah as-sunnah dan as-sunnah adalah al-islam. Kemudian para sahabat adalah pihak yang mendapat didikan secara langsung tentang al-islam dengan sebaik-baik didikan, sehingga para sahabat adalah rujukan bagi orang yang hidup setelah mereka di dalam memahami al-islam. Mereka adalah pihak yang mesti diikuti di dalam memahami dan mengamalkan al-islam (surat At-Taubah (9) ayat 100). Sehingga bentuk-bentuk ’ibadah (pengabdian) kepada Alloh yang tidak ada pada Rosululloh SAW dan para sahabat tidak bisa disebut dengan al-islam, dan inilah yang dinamakan bid’ah. Dikatakan dalam hadits bahwa setiap bid’ah adalah sesat, dikatakan demikian karena amal ’ibadah tersebut dikira al-islam padahal bukan al-islam dan tidak diterima oleh Alloh.
Dan diketahui bahwa menurut apa yang tertulis di dalam Al-Qur’an ad-din itu ada dua yaitu al-islam dan ghoirul-islam, tidak ada yang ketiga, sebagaimana juga dalam kehidupan di dunia ini hanya ada dua jalan yaitu al-haq dan al-bathil. Dalam hal ini al-islam adalah jalan al-haq atau disebut juga dinul-haq (surat At-Taubah (9) ayat 33) dan ghoirul-islam adalah jalan al-bathil. Adapun tentang agama, maka di dunia ini banyak sekali agama dan juga ada banyak sekali yang tidak termasuk agama sepeti atheisme, liberalisme, kapitalisme, sosialisme, komunisme, humanisme dan seluruh isme-isme lainnya.
Orang zaman sekarang mengetahui al-islam hanya dari Al-Qur’an dan Al-Hadits (yang shohih) karena hanya dari kedua sumber inilah, sekarang ini, tersimpan al-islam. Pengtahuan orang zaman sekarang tentang al-islam tidak akan menyamai pengetahuan Rosululloh SAW dan para sahabat tentang al-islam, oleh sebab itu Rosululloh SAW dan para sahabat disebut oleh Alloh sebagai “khoiru ummah” (surat Ali Imron (3) ayat110), yang mana ini berarti kemuliaan seseorang disisi Alloh ditentukan oleh sejauh mana kesesuaian antara ad-din ( atau al-millah, jalan hidup, way of life) mereka dengan al-islam. Dalam hal ini jelaslah bahwa Rosululloh SAW adalah orang yang paling mulia disisi Alloh, kemudian para Nabi dan Rosul yang lain, kemudian Abu Bakar, Umar, dan seterusnya.
Itu adalah jawaban atas pertanyaan Apa sih Islam itu ? Kemudian pertanyaan selanjutnya adalah Bagaimana Islam itu ? Tunggu jawabannya di tulisan berikutnya.